Kumpulan Fiksi Mini Honest Writer Community

 








KUMPULAN FIKSI MINI KELUARGA HWC BATCH 7


1. Broken

Oleh : Riember Orysa


Pagi yang buruk ketika yang kita dapatkan bukan sapaan hangat dari orang tercinta melainkan suara teriakan yang saling bersahutan. Saling mempertahankan argumen masing-masing. 

"Ma, Pa, bisakah kalian tidak bertengkar sehari saja? Aku lelah mendengarnya," keluh Tiara, si anak tunggal.

"Kau tau papamu berselingkuh?" tanya mama begitu saja.

"Tidak! Tapi aku bahkan tak peduli jika papa berselingkuh," jawab Tiara dengan santai, "kenapa? Mama merasa terkhianati? Padahal mama juga berselingkuh." 

Tiara berjalan mendekat, duduk di sofa dan menatap kedua orang tuanya yang sukses bungkam. "Pa, Ma, keluarga ini sudah lama  kacau. Jika memang sudah tidak bisa dipertahankan, bercerai saja."



2. Makan Besar

Oleh : Caramel Orysa


Aku penasaran dengan pesta yang diadakan pacarku. Pesta kebun kah? Atau pesta keluarga seperti yang sering diadakan keluargaku setiap natal?

"Aku akan mengadakan makan besar?" kata pacarku sembari menuntunku melewati jalan setapak yang lumayan licin.

"Kau mengadakan pesta di pinggir hutan? Apa ada yang datang?"

"Tentu saja. Dan kau menjadi tamu kehormatan."

Tidak ada yang bisa menggambarkan betapa bahagianya aku mendengar kalimat itu keluar dari mulut pacarku. Aku benar-benar mencintainya.

"Kita sampai."

Aku kebingungan. Tidak ada apa pun di sana, selain rimbunan semak, pohon dan kepungan serigala.

"Teman-teman, saatnya makan."

Pacarku melempar tubuhku dan saat itu terakhir kali aku bernapas.




3. Pendamping Untukmu

Oleh : Nadia Lestari

Pagi itu, suasana rumah sangat ramai dengan beberapa tetangga yang berdatangan. Raut wajah bahagia terpancar jelas dari wajah mereka. Aku yang baru bangun tidur mencoba keras untuk mengingat, apa ada acara besar?

Beberapa orang mendatangiku. Sambil mengucap kata selamat, beberapa diantaranya juga mencandaiku dengan mengatakan, "Selamat ya Lim, kamu beruntung bisa mendampingi Nella."

Mataku melek seketika. Dengan tergopoh-gopoh, ibu datang dengan membawa satu setel pakaian yang sangat bagus.

"Ayo cepetan mandi! Acaranya sebentar lagi dimulai," suruh ibu dan langsung kuangguki.

Setelah memakai pakaian dengan rapi, ibu kembali menghampiriku. "Nanti duduknya deket Dek Nel, jadi wali nikahnya. Bapaknya meninggal kemarin."


Yogyakarta, 7 Desember 2021



4.  Jasad Di Tiang Jembatan

Oleh : Monna

Sore ini warga Desa Cijeruk digemparkan dengan jasad seorang laki-laki yang tergantung di tiang jembatan, tampak beberapa polisi mencari informasi dan diketahui korban bernama Ardi. Beberapa orang mengatakan, sebelum kejadian mereka melihat Ardi bersama sahabatnya bernama Opik. Polisi langsung mendatangi rumah Opik untuk menginterogasi.

"Saudara Opik. Benarkah siang tadi Anda bersama Korban?" Seorang polisi mulai menyelidiki.

"Ya, benar. Saya membantunya saat terjatuh di sungai," jawabnya. 

"Selanjutnya, apa yang kalian lakukan?" lanjut polisi itu. 

"Saya membantu Ardi menjemur pakaiannya," terangnya. 

Polisi itu mengerutkan keningnya. "Dimana saat itu Ardi berada?" 

Opik spontan menepuk jidatnya. "Ahh, saya lupa melepas bajunya dari tubuh Ardi." 




5. Makan Malam

Oleh : Yaya Syam


"Wah, sup dagingnya lezat, Mbak Wulan," ujar Bu Retno yang bertubuh gempal.

"Iya, Jeng Retno. Sayang sekali Jeng Laras gak dateng," timpal wanita bertubuh kurus dengan mutiara sebesar kelereng melingkar di lehernya yang panjang, ia bernama Ratmi.

"Alah! Paling juga lagi liburan sama selingkuhannya!" sahut Bu Darmi yang berada di sebelah Ratmi. 

Aku tersenyum menanggapi ucapan mereka. "Tentu saja enak. Kalian memang suka makan daging teman sendiri, kan? Nah, Makanlah!"

Sudah rahasia umum jika Laras sering menjadi simpanan para pejabat mesum. Gaya hidupnya yang mewah dijadikan alasan untuk menggoda suami orang. Namun, kali ini ia salah memilih suamiku sebagai targetnya.

Tamat.


Parepare, 07 Desember 2021



6.  Bukan Rambutan

Penulis : Sekar Raissa. 


“Sekar, panas-panas enaknya makan buah nih!” 

“Apaan ya? Kamu mau apa?” tanya Sekar pada Warti tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel.

“Tolong beliin rambutan di toko buah depan gang, ya,” pinta Warti.

“Bisa, mana duitnya?”

“Nih, aku kasih lima puluh ribu, beli sekilo, ya!” Sekar mengangguk.

“Tapi beneran paham nggak ya?” tanya Warti dalam hati.

Dari kejauhan Warti melihat Sekar berjalan dengan santainya, tapi tidak membawa satu kantong kresek pun.

“Nih! Titipan kamu.” Yang disodorkan Sekar justru rautan pensil kecil lima ribuan. 

“Kok rautan pensil, sih?! Aku bilang rambutan sekilo.” Warti geleng-geleng yang disuruh malah cengar-cengir.


Tegal, 7 Desember 2021



7. Pernikahan

Oleh: Yuni Cahyaningsih


Hujan di luar saja tak kunjung reda. Kau menatap ke arah tanganmu yang gemetar sebab emosi yang meluap. 

Kau melihat bagaimana rangkulan tangan besar itu mengerat. Menuntun seorang wanita yang tersenyum menyilaukan. Rahangmu mengeras saat janji suci menggema. Bersamaan dengannya, kau kehilangan tumpuan. 

"Ibu, jangan menikah dengannya!" Kau meraung kesal di depan altar.

Apa yang kau harapkan? Kau tau mereka tak akan mendengar. Tak hanya mereka, bahkan juga seluruh semesta. 

Kau berlari ke luar gereja, masih dengan gaunmu yang penuh noda merah pekat. Matamu menatap nanar ke arah sebuah mobil hitam yang bagasinya tertutup rapat. 

"Bagaimana caranya mengeluarkanku dari sana?"



8. Pocong Jail

Penulis: Amelia Putri

Di salah satu jalanan kecil, suasana malam yang gelap, terdapat dua pocong yang sedang menunggu orang lewat untuk mereka takuti.

"Cong, kemana si orang-orang perginya? Elah kaki gue udah pegel bener ini. Udah lama kita nunggu kaga ada yang lewat pisan."

kemare

"Sabar napa, Cong. Paling bentar lagi kali."

"Heh, sejak kapan setan kenal kata sabar, ada-ada bae, lu."

"Hehe, gue denger dari orang yang kita takutin kemaren."

"Eh, tuh-tuh, ada orang Mao lewat."

"Ayolah, gas."

Merekapun muncul di hadapan orang itu untuk di takuti dan ternyata orang itu seorang Ustadz.

"Astagfirullah, Ya Allah. Ada cong eh pocong lari ...."

"Lah, Gue kira tu orang bakal baca doa tapi malah kabur."

"Iyaya, aneh memang."

Mereka pun Geleng-geleng Kepala.



9. Rindu Sembilu

Pengarang : Fina


“Makan, Bu!” 

Arka mengangkat sendok di depan mulut Warti, ibunya. 

“Sampai kapan ibu seperti ini?” 

“Sampai Hadi pulang!” ketus Warti. Beliau menampik sendok yang Arka ulurkan. 

“Hadi nanti pulang, Bu. Ayo makan!” paksa Arka, butiran bening mulai membasahi pipinya. 

Tiba-tiba mata Warti berbinar senang. 

“Benarkah? Baiklah, aku mau makan.” Warti membuka mulut saat Arka menyuapkan sesendok bubur beras. 

Mata Warti berbinar bahagia, seolah ada secercah harapan hari ini. 

“Nanti aku akan minta Hadi untuk menemani di sini, dia tidak boleh pergi lagi!” 

Hati Arka menangis, tidak mungkin dia menggali makam ayahnya, lalu membawanya ke hadapan Warti.



10. Pupus

Pengarang: Mas Aniel


"Doni, aku nggak bisa terima ini semua," ucap Laras.

"Tenangkan dirimu, tunggu aku datang menjemputmu," jawab Doni meyakinkan.

Dua tahun lebih Laras menjalin hubungan asmara dengan Doni, keduanya bahagia hingga berencana akan menikah tahun depan dan tinggal bersama. Namun, kebahagiaan itu berubah menjadi perih yang menyayat hati, Laras yang telah merancang prewedding dengan Doni kini dikejutkan oleh pengakuan orang tuanya yang telah menjodohkan Laras dengan Anton sepupunya. Waktu pernikahannya pun sudah tidak lama lagi.

Laras hanya bisa menangis dan berdiam diri di rumah semenjak mendengar waktu pernikahannya dipercepat oleh kedua orang tuanya. Hingga memilih ikut dengannya.


Bangkalan, 07 Desember 2021



11. Cermin Peninggalan Nenek

Penulis : Sriwahyuni


Aku berjalan-jalan mengelilingi rumah nenek, seketika langkahku terhenti melihat ruangan yang berbeda, karena rasa penasaran aku memasuki ruangan itu.

Aneh, ruangan yang isinya hanya cermin antik terhias melekat di dinding. Aku berjalan ke arah cermin yang menyita perhatianku, cermin yang dihiasi emas dengan ukiran-ukiran aneh 

"Wah, wajahku terlihat lebih cantik, apa ini pengaruh cerminnya?" ucapku bercermin.

"Apa yang kau lakukan!" ucap Nenek yang melihatku bercermin.

Nenek meraih tanganku lalu membawaku keluar dari ruangan itu. Aku menatap ke arah cermin, lalu terdiam menatap nenek, karna bayangan nenek hilang dan bayanganku tertinggal di cermin. Ia tersenyum sambil melambai menatap kepergianku. 


Makassar, 7 Desember 2021



12. Not Found

Pengarang : Mega Sri Rahmah

Hari ini Aku mendatangi rumah Surya untuk menagih utangnya padaku.

“Assalamualaikum, Surya ... Sur, permisi.” Tak ada yang menyahut, hanya saja terdengar suara barang jatuh dari dalam rumah. 

Kemudian Seorang anak kecil membuka pintu. “Iya Om, cari Ayah? Ayah lagi pergi ke luar kota,” sahutnya. 

Aku menelepon Surya tetapi teleponnya tidak aktif.

“Tapi mobil dan motornya ada dek?” tanyaku heran.

“Gak tau Om, tapi katanya Ayah pergi ke luar kota ada urusan,” ucapnya lugu.

Aku tak sengaja melihat tirai jendelanya yang sedikit terbuka. “Dek, Om minta tolong, bilang pada Ayahmu kalau ke luar kota jangan lupa bawa wajahnya juga,” ucapku tersenyum sinis.



13. Pesaing

Penulis: Viantblue


Kamu dan temanmu melihat ke arah warung seberang yang sedang ramai sambil terus mengelap meja. 

"Rame ya," kometarmu yang dijawab anggukan teman satu kerjaanmu itu. 

"Sudah disiapkan baksonya?" tanya bosmu yang baru datang dengan motornya. Serentak kamu dan temanmu mengangguk. 

Malam menjelang, kamu dan temanmu itu bersiap, warung sebelah sudah tutup karena dagangannya habis. Setelah menunggu akhirnya salah satu meja terisi dengan pelanggan berwajah pucat menyeramkan. 

Setelah menanyai pesanannya kamu meminta temanmu menyiapkannya. Tidak lama pesanan itu jadi, bakso dengan kuah merah yang berbau anyir. 

Meja yang lain berisi sepasang kekasih yang tidak kunjung keluar sampai esok pagi. 


Beringin, 7 Desember 2021.



14. Melamar 

Pengarang : Wandira


“Aku akan menikahinya," ucap Joni pada Lintang saat mereka melihat Mirna berjalan menyusuri kebun teh.

Dua minggu berlalu cepat. Joni membenarkan ucapannya. “Sah,” ucap hadirin yang memenuhi kediaman Mirna. Ia duduk di depan penghulu, menunggu istrinya menghampiri dari bilik kamar.

Setelahnya mereka saling mengaitkan cincin sebagai tanda cinta. Wajah bahagia tergambar diantara mereka. Rupanya Mirna juga sudah lama menyimpan cinta untuk Joni.



15. Ibu

Penulis : Amell R

Aku adalah seorang TKW, umurku masih muda 20 tahun. Hari ini adalah hari penghakimanku. Lima hari yang lalu, majikanku mencoba untuk melecehkan, entah datang keberanian darimana aku mendorongnya hingga dia terjatuh dan mati seketika. 

"Ayya, maafkan Papa." Berkali-kali Pria paruh baya itu meminta maaf. 

Aku di bawa ke tengah ruangan dan menaiki bangku yang tersedia. Memasangkan tali ke leher dan brakk!

Sebelum kegelapan menjemputku, Aku bisa melihat wanita yang tertawa melihatku tergantung. 

"Terima kasih Mama, Aku merindukanmu," lirihku, wanita itu adalah Ibuku, yang pergi untuk menjadi TKW dulu. 

"Mas, kamu ada di sini?" Ibu terkejut melihat Papa, sedangkan Papa tertawa sumbang. 


Garut, 7 Desember 2021.



16. Kekasihku

Pengarang: Nanie


[Makan malam yuk, beb!] 

Pesan dari kekasihku. 

[Bukannya lagi ke surabaya?]

Balasku. 

[Gak jadi. Ketemuan di kafe biasa ya?] 

Tumben gak jemput, batinku.

Sekarang pukul sembilan malam. Aku bersiap menuju ke lokasi meski ada keraguan.

Sesampainya di sana, Dimas sudah duduk menungguku.

Saat aku bertanya, ia hanya diam. Mungkin ngambek, pikirku.

"Aku ke toilet dulu ya," pamitku. 

Susana kafe yang sepi membuat bulu kudukku meremang. 

Ternyata ini malam jumat dan kafe tutup. 

Aku panik, suara panggilan dari ponsel mengejutkanku. 

[Nad, Dimas meninggal kecelakaan.]

Tanganku gemetar, tubuhku meremang. Kutolehkan perlahan kepalaku ke arah Dimas dan dia masih duduk di sana!



17. Pohon Pisang

Penulis : Yaya Syam

***

Aku memandang jejeran pohon pisang di hadapan. Hari ini Ki Sukmo menyuruhku menebang salah satu pohon pisang tersebut.

"Kamu tebang sesuai seleramu aja, Pardi. Siapa tahu dalam batangnya ada emas," ujar Ki Sukmo sembari terkekeh. Aku tersenyum kecut mendengar ucapannya yang seakan meledek kemiskinanku.

Di antara ketiga pohon, aku memilih pohon pisang yang buahnya agak tua. Lumayan untuk dijual lagi buahnya. setelah mengucapkan terima kasih, aku berlalu dari rumah Ki Sukmo sambil memanggul satu tandan buah pisang.

Benar saja, setelah kematian mertuaku yang tiba-tiba, aku bisa membuka usaha ayam potong dengan puluhan karyawan. 

Tamat.

Parepare, 07 Desember 2021



18. Mak, Aku Hamil

Pengarang : Dona aprika 

"Makkkk."

"Iya, Sar," jawab mak sambil jemur baju.

"Mak, akhir-akhir ini aku aneh. Kepengen banget makan rujak."

"Yaudah, tinggal bikin aja."

"Suka mual-mual juga, Mak."

"Terus?" Mak masih fokus jemur baju.

"Apa jangan-jangan aku itu, Mak?"

"Apa? Jangan aneh-aneh kamu Sar." Nada bicara Mak makin naik.

"Mak, jangan marah, yah?" ucapku cemas.

"Iya, buruan Mak mau masuk."

"Janji jangan marah, yah?"

"Iya."

"Apa aku ha-ha-hamil, yah, Mak?" 

"Ha? Gak mungkin!"

"Ta-ta-tapi, Mak."

" Edan, kamu cowok Sartono. Gak mungkin hamil."

"Ahihihi," tawaku malu-malu.



19. Kemarahan

Pengarang: Viantblue Orysa

"Ara, Kamu kenapa di sini kok gak pulang? Masih pakai seragam sekolah lagi? Kamu kenapa nangis?" Pertanyaan bertubi itu muncul dari papa. 

"Takut, Pa," jawabku masih dengan air mata yang masih mengalir. 

"Takut kenapa?" 

"Taku Mama marah terus ngamuk." 

"Memang kamu salah apa?" 

"Pokoknya kesalahan yang bisa membuat kemarahan Mama memuncak, Pa." 

Papa terlihat bingung dengan jawabanku. 

"Bilang aja nanti Papa bantu cari solusinya, ya," bujuk papa. 

Setelah berpikir cukup lama akhirnya aku ungkapkan kesalahanku itu. "Botol _ltupperware nya Ara hilangin, Pa," jawabku membuat wajah papa ikut tegang.

Beringin, 7 Desember 2021

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honest Writer Community

Hesty, Gadis Unik yang Terjebak

Naya Liee